Sejarah Tari Legong di Bali, Warisan Budaya Dunia yang Tercipta dari Mimpi Raja Bali
Perkembangan Tari Legong
Perkembangan tari Legong sejak abad ke 19, tarian ini mengalami naik turun seiring zaman. Tari Legong ini lebih sering ditandai sebagai tari para bangsawan karena hanya populer di puri saja untuk menunjukkan kemampuan dan kekayaan puri.
Saat itu, beberapa puri di Bali ditandai sangat dekat dengan Belanda menjajah Nusantara. Sehingga tarian ini meredup dan tidak lagi disajikan di pura maupun puri, bahkan regenerasi penari legong nyaris putus pada zaman itu.
Kemudian, beberapa ahli dan peminat tari mengubah tari legong ini. Tari legong ini ditarikan oleh para remaja hingga bisa ditarikan wanita umum saja. Ada beberapa gerakan yang diubah, ada juga yang ditambah dan ada yang dikurangi, lalu tidak lagi menggunakan topeng ketika menari.
Sehingga tari legong ini bisa dinikmati saat ini, berbeda dengan tari legong pada awal mulanya. Selain itu, tari legong juga sudah tidak digunakan sebagai manifestasi dari leluhur seperti tari Sang Hyang, tetapi dipertunjukkan untuk hiburan para leluhur dan tidak untuk ritual adat.
Pada tahun 1928, seiring dengan perkembangan politik Nusantara, evolusi atau lebih tepatnya era transformasi membawa tarian ini berubah dari tarian adat menjadi tarian hiburan.
Kemudian sejak tahun 1931, tarian ini disajikan sebagai tari penyambutan untuk tamu yang berkunjung di Bali dan menjadi tari wisata Bali.
Salah satu maestro Tari Legong adalah Bulantrisna Djelantik, seorang dokter spesialis THT di Universitas Padjajaran Bandung yang wafat pada 2021.
Editor: Reza Yunanto