Sejarah Tari Legong di Bali, Warisan Budaya Dunia yang Tercipta dari Mimpi Raja Bali
JAKARTA, iNews.id - Sejarah Tari Legong di Bali akan dibahas dalam artikel berikut ini. Banyak yang belum tahu kalau Tari Legong telah menjadi warisan budaya tak benda (WBTB) yang mendapat pengakuan dari UNESCO pada 2015.
Tari Legong adalah tari klasik yang biasanya akan digunakan sebagai tarian penyambutan tamu. Tarian ini sangat kompleks dengan iringan musik gamelan, sehingga tak heran jika Tari Legong menjadi populer di kalangan penikmat seni.
Para penari Legong yang biasanya berjumlah tiga orang atau lebih menggunakan kipas dan kembang goyang serta pakaian adat Bali.

Konon, kata Legong berasal dari kata “Leg” yang bermakna sebuah gerakan yang luwes dan kata “Gong” bermakna gamelan. Para penari Tari Legong akan menarikan tarian dengan cekatan sehingga pertunjukan akan terlihat lebih atraktif.
Untuk menambah semarak akan ditambahkan musik gamelan sebagai pengiring gerakan. Gamelan yang dipakai untuk mengiringi Tari Legong ini dinamakan dengan Gamelan Semar Pagulingan.
Dikisahkan pada paruh kedua abad ke-18, seorang raja di Gianyar yang bernama I Dewa Agung Made Karna atau yang lebih dikenal sebagai Raja Sukawati mendapatkan gerakan-gerakan Tari Legong ini ketika ia sakit keras.
Dia bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai dan diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika dia pulih dari sakitnya, mimpi tersebut dituangkan dalam gerakan-gerakan tarian dengan gamelan yang lengkap dibantu oleh Bendesa Adat Ketewel.
Pada awalnya tarian ini dinamakan Tari Sang Hyang Legong dengan penari yang memakai topeng. Istilah Sang Hyang ini merujuk pada tarian yang sakral dan berhubungan dengan ritual adat.
Para penari Legong yang baku merupakan dua orang gadis yang belum mendapat menstruasi. Tarian ini ditarikan di bawah sinar bulan purnama di halaman pura dan puri (istana).
Raja Sukawati menyatakan Tari Legong adalah wujud rasa syukur masyarakat Bali terhadap para leluhurnya atas anugerah yang mereka terima berupa pulau indah yang mereka huni.
Legong ini awalnya adalah tari ritual dan ditarikan di pura atau lingkup istana. Seiring perkembangan zaman, kini Tari Legong dipakai sebagai tari penyambutan dan hiburan wisata.
Perkembangan Tari Legong
Perkembangan tari Legong sejak abad ke 19, tarian ini mengalami naik turun seiring zaman. Tari Legong ini lebih sering ditandai sebagai tari para bangsawan karena hanya populer di puri saja untuk menunjukkan kemampuan dan kekayaan puri.
Saat itu, beberapa puri di Bali ditandai sangat dekat dengan Belanda menjajah Nusantara. Sehingga tarian ini meredup dan tidak lagi disajikan di pura maupun puri, bahkan regenerasi penari legong nyaris putus pada zaman itu.
Kemudian, beberapa ahli dan peminat tari mengubah tari legong ini. Tari legong ini ditarikan oleh para remaja hingga bisa ditarikan wanita umum saja. Ada beberapa gerakan yang diubah, ada juga yang ditambah dan ada yang dikurangi, lalu tidak lagi menggunakan topeng ketika menari.
Sehingga tari legong ini bisa dinikmati saat ini, berbeda dengan tari legong pada awal mulanya. Selain itu, tari legong juga sudah tidak digunakan sebagai manifestasi dari leluhur seperti tari Sang Hyang, tetapi dipertunjukkan untuk hiburan para leluhur dan tidak untuk ritual adat.
Pada tahun 1928, seiring dengan perkembangan politik Nusantara, evolusi atau lebih tepatnya era transformasi membawa tarian ini berubah dari tarian adat menjadi tarian hiburan.
Kemudian sejak tahun 1931, tarian ini disajikan sebagai tari penyambutan untuk tamu yang berkunjung di Bali dan menjadi tari wisata Bali.
Salah satu maestro Tari Legong adalah Bulantrisna Djelantik, seorang dokter spesialis THT di Universitas Padjajaran Bandung yang wafat pada 2021.
Makna Tari Legong
Tari Legong ini berhubungan dengan unsur keagamaan dan budaya Bali. Tarian ini dipersembahkan pada acara keagamaan animisme, dimana hal tersebut adalah salah satu bentuk rasa syukur masyarakat Bali atas kenikmatan berupa keberkahan yang melimpah, baik itu rezeki, kesehatan, dan kenikmatan lainnya yang juga dirasakan keturunannya.
Gerakan Tari Legong yang Kompleks
Tari legong ini memiliki gerakan yang kompleks, setidaknya terdapat tiga elemen yang berasal dari tari gambuh. Ketiga gerakan dasar yang termuat dalam Panititaling Pagambuhan, meliputi Agem, Tandang dan Tangkep. Penjelasan lengkap sebagai berikut.
Agem
Gerakan dasar penari yang memerankan berbagai macam tokoh. Dalam melakukan gerakan ini, penari dituntut mampu memerankan karakter-karakter dalam cerita tari yang diusung.
Tandang
Gerakan tari ini berupa cara berjalan dan gerakan lainnya. Para wanita penari legong harus berjalan dan bergerak sesuai iringan gambuh. Gerakan tersebut meliputi ngelikas, ngeleog, nyelendo, nyeregseg, tandang nayog, tandang niltil, nayuh, dan agem nyamir.
Tangkep
Gerakan dasar ini berasal dari gabungan ekspresi pendukung. Elemen ini disebut dengan mimik wajah ketika penari memainkan kipas saat menari, antara lain.
Gerakan mata: Dedeling dan Manis cerengu
Gerakan Leher: Gulu Wangsul, Ngurat Daun, Ngilen, Ngeliet, dan Ngotak Bahu
Gerakan Jemari: Nyeliring, Girah, dan Nredeh
Gerakan Saat Memegang Kipas: Nyingkel, Nyekel, dan Ngaliput
Jenis Tari Legong
Kini sekitar 18 tari Legong yang dikembangkan di Bali, seperti didaerah Gianyar, Badung, Denpasar dan Tabanan. selain dari Tari Legong Lasem (Legong Keraton) yang merupakan tari Legong paling tua.
Ada Tari Legong Jobog yang mengisahkan Subali-Sugriwa yang menjadi kera ketika merebutkan ajimat, Legong Legod Bawa tentang persaingan antara Dewa Wisnu dan Dewa Brahma untuk mencari Lingga Dewa Syiwa.
Selain itu ada Legong Kuntul, Legong Asmaradana, Legong Sudarsana, Legong Andir, Legong Playon dan Legong Mintaraga.
Tari Legong Asmaradana merupakan ciptaan dari Bulantrisna Djelantik. Penari AA Bulantrisna Djelantik sudah banyak memperkenalkan tari legong ke berbagai daerah hingga keluar negeri. Ia aktif untuk melakukan regenerasi penari.
Selain itu, Bulantrisna juga seorang dokter keturunan raja terakhir Karangasem, AA Anglurah Djelantik. Ayahnya dr. AA Made Djelantik merupakan tokoh budayawan Bali.
Tari Legong Keraton sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia non benda oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2015 lalu.
Demikian penjelasan mengenai sejarah Tari Legong di Bali.
Editor: Reza Yunanto