Jalani Sidang, Promotor Tinju Zainal Tayeb Siap Berikan Aset Rp12 Miliar kepada Hedar

BADUNG, iNews.id – Mantan promotor tinju Zainal Tayeb kembali menjalani persidangan virtual sebagai terdakwa kasus keterangan palsu dalam akta autentik. Dia mengaku akan memberikan aset restoran senilai Rp12 miliar kepada pelapor Hedar Giacomo Boy Syam yang merupakan keponakannya.
Zainal Tayeb mengatakan, dirinya bersedia menyerahkan aset tersebut jika Hedar bersedia meminta maaf secara terbuka, apabila tuduhan tentang kekurangan luas ternyata salah.
"Saya akan tunjukkan bahwa tidak ada kekurangan luas seperti yang dituduhkan. Kalau dari dua sertifikat tidak termasuk dan luasnya cukup maka mereka (Hedar) harus minta maaf secara terbuka dan saya akan tambah kasih restoran yang luasnya sekitar 9 are (900 meter persegi) senilai Rp12 Miliar secara cuma-cuma," kata Zainal usai persidangan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung, Selasa (19/10/2021).
Dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim I Wayan Yasa, kuasa hukum Zainal Tayeb meminta agar dilakukan Pemeriksaan Setempat (PS). Tujuannya agar ada kejelasan terkait luas tanah yang menjadi objek kerja sama.
Atas permintaan tersebut, Yasa mengatakan akan mempertimbangkan setelah ada surat permohohan. "Silakan diajukan surat permohonannya dan nanti akan kami pertimbangkan,” kata Yasa.
Sementara itu tim kuasa hukum Zainal Mila Tayeb mengatakan, PS dilakukan agar ada kejelasan tentang tanah yang menjadi objek kerja sama.
"Dengan sidang PS nantinya akan jelas berapa yang dikerjasamakan, dari tahun berapa sampai berapa, sudah ada bangunan berapa, yang sudah terjual berapa dan sebagainya. Semua akan muncul di sana,” ujar Mila.
Dalam sidang kasus mantan pegawai Hedar, yakni Yuri Pranatomo yang dilaporkan dalam kasus serupa dan telah divonis bebas, majelis hakim saat itu meminta pada jaksa untuk mengukur ulang luas tanah yang dikerjasamakan. Namun hal itu tidak dilakukan.
"Yang menjadi garis bawah adalah ini adalah akta kerja sama bukan jual beli. Dan dalam perjanjian sudah tertulis jelas bahwa jika ada hal yang belum diatur akan dibuatkan addendum," ujar Mila.
Sementara itu saksi ahli pidana Universitas Udayana I Gusti Ketut Ariawan menjelaskan, akta autentik hanya boleh dibuat oleh seorang pejabat yang berwenang.
Untuk menentukan apakah ada pelanggaran pidana atau tidak harus dibuktikan kebenarannya. "Keterangan palsu dalam akta autentik adalah apa yang diterangkan atau dibuat dalam akta autentik tidak sempurna atau tidak sesuai dengan obyeknya," kata Ariawan.
Ariawan menyebut kasus ini merupakan ranah perdata. Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (21/10/2021) dengan agenda pemeriksaan ahli dari terdakwa, yang akan menghadirkan ahli pidana dan perdata.
Kemudian pemeriksaan untuk saksi meringankan pada persidangan selanjutnya, Selasa (26/10/2021).
Editor: Reza Yunanto