Upacara Adat di Bali, Daya Tarik Wisata yang Sayang Dilewatkan

JAKARTA, iNews.id - Upacara adat di Bali menjadi salah satu daya tarik wisatawan berkunjung selain alam yang indah. Masyarakat Bali dikenal memelihara adat-istiadat dengan masih menggelar ritual adat secara turun-temurun.
Tak lengkap berkunjung ke Bali tanpa menyaksikan upacara adat di Bali. Umumnya, upacara adat tersebut dilakukan agar bisa disaksikan oleh wisatawan yang datang.
Upacara adat di Bali yang pertama adalah upacara Ngaben. Upacara Ngaben merupakan upacara pembakaran jenazah di Bali yang dipercaya oleh masyarakat Hindu Bali sebagai ritual untuk menyempurnakan jenazah supaya dapat kembali ke sang pencipta.
Upacara Ngaben terbagi menjadi beberapa jenis: Ngaben sawa Wedana, Ngaben Asti Wedana, Swasta, Ngelungah, dan Warak Kruron.
Upacara Ngaben Sawa Wedana dilakukan setelah jenazah diawetkan sebelum waktu ritual pembakaran berlangsung. Ngaben Asti Wedana dilakukan setelah jenazah dikubur terlebih dahulu. Upacara Swasta dilakukan bagi penduduk Bali yang meninggal di luar daerah atau yang jasadnya tidak ditemukan.
Upacara Ngelungah dilakukan penduduk Bali untuk anak yang belum tanggal gigi, dan Warak Kruron dilakukan oleh penduduk Bali yang masih bayi.
Mengingat banyaknya biaya yang akan dikeluarkan untuk upacara Ngaben, tidak semua penduduk Bali dapat melaksanakan upacara ini untuk keluarga yang meninggal dunia.
Pemerintah baik desa adat maupun provinsi biasanya mengadakan upacara ngaben massal yang diperuntukkan bagi keluarga yang kurang mampu, agar jasad para leluhurnya dapat disucikan atau dibersihkan sesuai dengan ajaran agama Hindu. Jadi, upacara Ngaben memang tidak akan selalu dilaksanakan dan tidak dapat diprediksi.
Upacara Melasti merupakan upacara pensucian baik untuk diri serta benda sakral milik Pura. Dalam kepercayaan agama Hindu, sumber air seperti danau, laut atau mata air merupakan sumber kehidupan atau yang disebut tirta amerta. Saat upacara Melasti, masyarakat setempat akan berbondong-bondong menuju laut atau sumber air dengan berpakaian putih serta membawa perlengkapan persembahyangan dan biasanya mengusung pratima, benda atau patung yang disakralkan untuk dibersihkan secara sekala dan niskala.
Tujuan dari upacara ini adalah meningkatkan bhakti pada para dewa dan manifestasi Tuhan serta meningkatkan kesadaran umat Hindu agar mengembalikan kelestarian lingkungan. Jika ingin menyaksikan upacara adat ini bisa datang sekitar 3 atau 4 hari sebelum perayaan Nyepi. Atau menginap di hotel-hotel yang berdekatan dengan kuil Hindu yang cukup besar seperti di Kuta atau Uluwatu.
Hari Raya Saraswati merupakan hari raya untuk merayakan ilmu pengetahuan. Pada hari raya ini, umat Hindu Bali biasanya melakukan upacara khusus untuk memuja atau mengagungkan Dewi Saraswati yang dipercaya membawa ilmu pengetahuan di bumi hingga membuat semua orang di dunia menjadi pintar dan terpelajar. Semua yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan seperti buku dan kitab didoakan dalam upacara Saraswati. Tak hanya itu, biasanya ditampilkan juga pentas tari dan pembacaan cerita hingga semalam suntuk.
Galungan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang memiliki arti ‘Menang’. Sesuai dengan asal namanya, upacara adat di Bali yang satu ini bertujuan merayakan kemenangan melawan kejahatan. Selain itu, upacara Galungan juga digelar untuk memperingati terciptanya alam semesta beserta isinya. Rangkaian hari raya Galungan sudah berlangsung sekitar 25 hari sebelum hari raya Galungan. Setiap 210 hari perhitungan kalender Bali, umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya Galungan.
Upacara adat di Bali selanjutnya adalah Upacara Mepandes. Upacara ini dikenal juga dengan nama Metatah atau Mesuguh. Upacara adat Mepandes dilakukan ketika seorang anak mulai memasuki masa remaja. Dalam Upacara Mepandes ini, 6 buah gigi taring bagian atas anak-anak yang beranjak dewasa akan dikikis. Upacara pemotongan gigi ini digelar dengan tujuan untuk menghilangkan nafsu buruk seperti keserakahan, kecemburuan, marah, dan lain sebagainya.
Upacara Ngerupuk dilakukan tepat sehari sebelum hari Nyepi tiba. Masyarakat setempat wajib melakukan persembahan kepada Bhuta Kala, dengan tujuan mengusir Bhuta Kala agar tak mengganggu kehidupan manusia saat sedang melakukan brata penyepian. Ritual dimulai dengan menghidupkan obor yang ada di rumah, menyemburi rumah serta pekarangan dengan mesiu, dan memukul benda hingga menimbulkan suara gaduh. Setelah ritual adat di Bali ini selesai, biasanya akan ada pawai ogoh-ogoh yang diarak bersama obor mengelilingi kawasan tinggal warga.
Upacara adat di Bali yang terakhir adalah Tumpek Landep. Tumpek Landep merupakan upacara yang dilakukan oleh masyarakat Bali untuk menyucikan senjata dan peralatan yang dimiliki, dengan sesaji dan doa-doa. Upacara ini akan dipimpin oleh pemuka adat, dan dilakukan di Pura yang dianggap sakral serta memiliki lokasi yang tepat. Seluruh senjata dan peralatan milik masyarakat yang disucikan diharapkan akan memberikan keberkahan bagi para pemilik senjata dan peralatan tersebut.
Itu dia ulasan mengenai upacara adat di Bali. Tertarik menyaksikan?
Editor: Reza Yunanto