Kisah Aria Bebed, Putra Gajah Mada di Bali

Sesampainya di Majapahit, Aria Bebed duduk di atas batu yang terletak tepat di depan rumah Gajah Mada. Karena disoraki oleh orang-orang dan diusir para pengawal Gajah Mada, Aria Bebed pun menangis.
Mendengar sorak orang banyak dan tangisan seorang remaja, Patih Gajah Mada keluar. Sesudah ditanya, siapa nama, asal dan tujuannya datang ke Majapahit, Aria Bebed menjawab dengan jujur, ingin bertemu ayahnya Gajah Mada.
Mendengar jawaban Aria Bebed, Gajah Mada membawa anak itu ke dalam rumah dan mempertemukan dengan istrinya Ken Bebed. Kepada Ken Bebed, Gajah Mada mengakui Aria Bebed merupakan putranya.
Mendengar pengakuan Gajah Mada, Ken Bebed yang tidak punya anak sangat senang. Oleh Ken Bebed, Aria Bebed dianggap sebagai putra kandungnya sendiri. Setelah lama tinggal di Majapahit, Aria Bebed pun pamit pulang ke Bali.
Gajah Mada dan Ken Bebed tidak melarangnya. Sebelum Aria Bebed pulang, Gajah Mada memberikan hadiah berupa pangastulan atau tempat menyimpan abu leluhur Gajah Mada dan abu tersebut ditaburkan disepanjang jalannya.
Tempat yang ditaburi abu pagastulan akan menjadi wilayah kekuasaan Aria Bebed. Hendaklah pula, Aria Bebed berhenti dan menetap di tempat terakhir yang ditaburi abu pagastulan, karena Aria Bebed akan menjadi penguasa tertinggi (raja).
Aria Bebed kemudian menuju Bali dan menetap di Desa Bwahan. Di sana, Aria Bebed menikah dengan Nyi Ayu Rangga, Putri Pangeran Pasek Wanagiri. Dari perkawinan itu, lahir dua orang putra, yakni Aria Twas dan Nyi Gusti Ayu Wanagiri.
Bagi masyarakat Bali, kisah Aria Bebed putra Gajah Mada ini sudah sangat terkenal dan diceritakan dari mulut ke mulut.
Editor: Donald Karouw