2 Oknum Polisi Diduga Peras Buronan Interpol dari Mabes Polri, Bukan Anggota Polda Bali

DENPASAR, iNews.id - Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Satake Bayu Setianto menegaskan, tidak ada anggotanya yang terlibat dalam laporan dugaan pemerasan terhadap Stephane Gagnon (SG). Dia merupakan subjek red notice Interpol atau buronan interpol warga negara Kanada yang ditangkap di Bali.
"Personel dari Bali tidak ada. Laporannya oknum yang diduga dari Mabes Polri. Dua orang anggota dan satu warga sipil," ujar Satake Bayu Setianto di Denpasar, Senin (5/6/2023).
Satake mengatakan, dua oknum polisi dan seorang warga sipil tersebut dilaporkan kuasa hukum SG karena diduga telah melakukan pemerasan terhadap kliennya dengan meminta sejumlah uang.
Saat ini, dua polisi tersebut sedang menjalani pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri untuk dimintai keterangan.
"Keduanya masih diselidiki untuk pemeriksaan lebih lanjut tentang kebenaran apa yang dilaporkan oleh pengacara dari warga negara Kanada tersebut. Nanti dari Mabes Polri yang akan memberitahu," katanya.
Polisi pun masih mendalami keterangan SG yang mengaku pernah diperas makelar kasus yang mengaku dari Mabes Polri dengan jumlah dana sebesar Rp1 miliar agar tak ditangkap Divisi Hubungan Internasional Polri.
"Laporannya Rp1 miliar, tetapi masih dilakukan penyelidikan," ucapnya.
Atas laporan dari kuasa hukum tersangka SG melalui Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers), Polda Bali menunda penyerahan SG kepada Imigrasi sambil menunggu perintah dari Divhubinter Mabes Polri di Jakarta.
Menurut rencana awal, penyerahan SG dari Polda Bali kepada Imigrasi dilakukan pada Minggu (4/6/2023).
"Dari pihak pengacara warga negara Kanada tersebut melaporkan adanya pemerasan. Karena itu, kegiatan pengembalian WN Kanada ke kepolisian Kanada kami tunda terlebih dahulu menunggu proses ini, tetapi kami akan berkoordinasi dengan Imigrasi kapan waktunya lagi kami serahkan ke Kanada," kata Satake.
Sebelumnya, SG melalui kuasa hukumnya yang tergabung dalam Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) menjelaskan, peristiwa dugaan pemerasan tersebut bermula pada Februari 2023 saat SG didatangi oknum dengan membawa selembar kertas print bertuliskan red notice interpol.
Pada saat pertemuan itu, oknum tersebut mengatakan SG masuk dalam red notice interpol dan akan ditangkap dalam waktu 4-6 minggu. Saat pertemuan, oknum tersebut mengatakan bisa dibantu agar tidak ditangkap dengan syarat harus menyerahkan sejumlah uang.
"SG melihat seksama identitasnya dalam red notice tersebut ternyata itu bukan SG karena identitasnya berbeda dengan yang tertulis dalam red notice. Karena merasa identitasnya berbeda dengan yang ada dalam red notice, SG tak menghiraukan permintaan oknum tersebut," kata salah satu kuasa hukum SG, Pahrur Dalimunthe.
Beberapa waktu kemudian, oknum tersebut kembali mendatangi SG bersama beberapa orang lainnya membicarakan hal yang sama. Karena merasa terganggu dan ingin agar tidak diganggu kembali, atas permintaan oknum-oknum tersebut, SG mentransfer sejumlah uang sebesar Rp750 juta, Rp150 juta dan Rp100 juta.
Berdasarkan bukti dan keterangan yang disampaikan oknum tersebut, uang tersebut dikirimkan untuk oknum di Divhubinter Polri dan beberapa oknum lainnya.
"Bukti transfer, percakapan dan video tindakan-tindakan oknum ini ada dan bisa diserahkan jika ada penyidikan yang dilakukan oleh Polri maupun KPK untuk menindak oknum-oknum ini," kata Pahrur.
Tak berselang lama, oknum tersebut meminta uang sebesar Rp3 miliar. Uang tersebut katanya akan dibagikan kepada beberapa pihak di Divhubinter dengan catatan jika uang itu, maka SG tidak akan ditangkap. SG pun menolak tawaran tersebut hingga pada 19 Mei 2023, dia itangkap di kediamannya di daerah Canggu, Bali.
Editor: Donald Karouw