Sanggar Seni Majalanggu Suguhkan Cerita Arja Cupak di Revitalisasi Kesenian Klasik
Agus Cupak berharap, dalam PKB berikutnya pemerintah bisa lebih memperhatikan tempat rias yang disediakan di Taman Budaya, agar lebih representatif.
“Ruang rias yang kami gunakan sekarang itu terasa terlalu kecil, kurang memadai. Mungkin ke depannya bisa diperbaiki, bagaimana biar seniman juga nyaman melakukan kegiatannya dan keadaan juga bisa nyaman. Saya juga berharap, di dalam Pesta Kesenian Bali ini selalu menampilkan kesenian-kesenian klasik tradisi, supaya tidak serta-merta nanti dilupakan oleh masyarakat, yang mana arus globalisasi begitu kencang menerpa kita,” tuturnya.
Sore itu, Sabtu (6/7/2024), Sanggar Seni Majalanggu mempersembahkan 'Arja Cupak' yang diiringi Tabuh Solo. Tabuh ini berpijak dari sebuah hasrat dengan tekad yang imajinatif, Maestro I Wayan Lotring melahirkan berbagai karya yang monumental, salah satu karya seni karawitan yang diciptakan merupakan bentuk sajian komposisi musik baru, yaitu Tabuh Solo.
Mencoba menawarkan formulasi sajian musik baru, di luar norma dari Gamelan Palegongan yang berlaku pada zamannya, karya ini terinspirasi ketika pada 1926 sekaa Palegongan Kuta diundang ke Keraton Solo untuk mementaskan sebuah pertunjukan.
Sepulangnya dari Solo, I Wayan Lotring tertarik pada gaya menabuh orang Jawa di Keraton. Hal tersebut menjadi landasan utama terciptanya karya seni karawitan Tabuh Solo.
Ornamenasi yang terbalut padu padan pola ritme, dengan kelincahan melodi, dan bentuk permainan Keklenyongan Gamelan Jawa yang dimasukkan ke dalam Gamelan Palegongan menjadikan ciri khas karakter karya I Wayan Lotring yang berjudul Solo.
“Karya ini kami revitalisasi kembali sebagai bentuk pelestarian kesenian klasik, dari pengabdiannya melalui berkesenian, patut kita teladani, kejeniusannya patut kita segani, agar terciptanya generasi yang unggul dalam harkat martabat dan berbudaya,” ucap Agus Cupak.
Editor: Anindita Trinoviana