Mekare-kare, Tradisi Asal Karangasem Bali yang Tetap Terjaga Sampai Saat Ini

JAKARTA, iNews.id - Makare-kare merupakan tradisi asal Kabupaten Karangasem, Bali. Tradisi tersebut tetap terjaga sampai saat ini di Desa Tenganan Dauh Tukad, Kecamatan Manggis.
Makare-kare juga disebut Perang Pandan karena tradisi ini berupa peperangan antar warga dengan menggunakan senjata yang terbuat dari pandan. Walaupun membuat dua orang pria saling menyerang, tradisi ini dilakukan dengan gembira dan sukarela.
Adapun tujuan, makna, hingga pelaksanaan tradisi Makare-kare adalah sebagai berikut.
Dilansir dari situs Kemdikbud, Senin (27/2/2023), Makare-kare merupakan bagian dari tradisi Sasih Sembah. Sasih Sembah sendiri adalah tradisi keagamaan terbesar di yang ada di Desa Tenganan Dauh Tukad.
Tujuan dari pelaksanaan Makare-kare ini adalah sebagai persembahan untuk Dewa Indra. Dalam kepercayaan masyarakat setempat, Dewa Indra merupakan dewa perang yang bertempur melawan Maya Denawa, seorang raja keturunan raksasa yang bersikap semena-mena.
Dalam pelaksanaannya, Makare-kare biasa dilaksanakan oleh para pria, baik yang masih remaja atau dewasa. Para pria tersebut akan bertelanjang dada dan mengenakan sarung atau kamen, selendang, serta ikat kepala atau udeng dengan membawa senjata di dua tangannya.
Senjata di tangan kanan terbuat dari pandan yang diikat membentuk sebuah gada. Sedangkan di tangan kiri akan memegang perisai dari rotan.
Sebelum melaksanakan Makare-kare, warga desa akan mengelilingi desa untuk memohon keselamatan. Selanjutnya, para peserta akan naik ke atas panggung dan saling berhadapan satu lawan satu.
Mereka akan saling menuangkan tuak yang ada di bambu ke dalam daun pisang yang dibentuk menyerupai gelas milik lawan. Para peserta pun bersama-sama meminum tuak tersebut.
Selanjutnya, tokoh adat akan memberikan aba-aba untuk memulai Makare-kare. Pada waktu itu, para peserta akan saling berpelukan sambil memukul punggung lawan menggunakan senjata selama kurang lebih satu menit.
Selama mereka berperang, gamelan akan ditabuh dengan tempo yang cepat. Jika sudah melebihi batas waktu yang ditentukan, tokoh adat akan memisahkan keduanya dan peperangan sudah selesai.
Korban yang tertancap duri akan diobati menggunakan daun sirih dan kunyit. Kemudian, peserta lain akan melakukan hal yang sama sampai acara selesai digelar.
Tradisi Makare-kare ini lalu diakhiri dengan sembahyang di pura. Dalam acara tersebut, terdapat persembahan tari Rejan.
Editor: Komaruddin Bagja