Dipilihnya ampas tahu sebagai biofoam karena selama ini kerap dibuang warga ke aliran sungai. Tak jarang ampas tahu yang berhari-hari dibuang tersebut akan mengeluarkan aroma yang tidak sedap. Hal itu juga sama dengan kulit kakao yang tidak terpakai dan hanya menjadi sampah.
Dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk menemukan komposisi yang pas untuk mengolah ampas tahu dan kulit kakao menjadi biofoam. Produk yang dihasilkan berupa piring dengan tekstur yang kuat dan padat. Untuk menghasilkan satu piringan biofoam dibutuhkan 50 gram ampas tahu dan 30 gram kulit kakao.
"Kita mencari alternatif dengan biofoam. Kita ambil dari ampas tahu dan kulit kakao. Di lingkungan kita juga memang ada pabrik tahu dan perkebunan kakao," ucapnya.
Biofoam berbahan ampas tahu dan kulit kakao ini dapat difungsikan sebagai piringan tempat makanan ringan. Ke depan anak-anak berprestasi ini berencana akan mengembangkan produk biofoam tersebut menjadi mangkok, gelas hingga sendok.
Editor : Nani Suherni
Artikel Terkait