JAKARTA, iNews.id – Otoritas penerbangan memutuskan untuk menutup Bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar, Bali, menyusul erupsi Gunung Agung. Faktor keselamatan menjadi alasan utama pembatalan, terutama berkaitan dengan sebaran abu vulkanik (volcanic ash).
Dalam dunia penerbangan, keputusan tersebut menjadi langkah tepat. ”Keselamatan menjadi prioritas utama. Keputusan itu tepat karena abu atau debu vulkanik sangat berbahaya bagi penerbangan,” kata pengamat penerbangan Arista Atmadjati kepada iNews.id di Jakarta, Senin (27/11/2017).Mengaba debu vulkanik sangat membahayakan penerbangan? Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso menjelaskan, debu vulkanik bisa berakibat fatal pada penerbangan. Masuknya debu vulkanik bahkan bisa membuat mesin kehilangan tenaga atau mati (shut down).
”Bila masuk ke tabung pengukur kecepatan pesawat dapat menyebabkan kerusakan dan kekeliruan dalam membaca data kecepatan pesawat,” kata dia.
Agus menjelaskan, debu vulkanik yang tersedot ke mesin dapat merusak bilah turbin dan bisa meleleh karena suhu panas pada area mesin. Volcanic ash juga dapat merusak fungsi baling-baling pesawat turboprop dan mengganggu mesin jet pada pesawat turbofan atau komponen vital lain.
”Debu vulkanik yang meleleh akan membeku pada bilah turbin, menggumpal dan melapisinya sehingga menghalangi aliran udara normal dan menyebabkan mesin dapat kehilangan tenaga atau mati,” paparnya.
Tidak hanya itu, gumpalan debu vulkanik dapat melapisi sistem sensor suhu bahan bakar pesawat. Ini akan membuat sensor tersebut memberikan indikator yang keliru, seolah mesin pada kondisi dingin. Pemakaian bahan bakar akan meningkat, menaikkan panas yang dapat merusak turbin dan membuat mesin mati.
Abu vulkanik terdiri atas partikel yang sangat halus, bahkan sampai 1 micron sehingga dapat masuk ke bagian yang disekat (sealed). Jika dilihat menggunakan mikroskop, abu vulkanik berbahan dasar silika. Partikel itu membawa listrik statis, sehingga sulit dilepaskan dari komponen listrik.
”Debu vulkanik memiliki kontur tajam, sehingga dapat menggores kaca kokpit saat pesawat terbang melaju dengan kecepatan di atas 500 mil/jam,” katanya. Pandangan pilot yang sangat terbatas akan membuat penerbangan menjadi berbahaya.
Insiden penerbangan akibat terpapar abu vulkanik pernah dialami pesawat British Airways Penerbangan 9. Ketika itu 5 Mei 1982, Gunung Galunggung meletus. Debu vulkanik yang disemburkan gunung di Tasikmalaya, Jawa Barat, itu membuat Kota Tasikmalaya, Bandung, Bogor, hingga Jakarta gelap selama beberapa hari.Pada 24 Juni 1982, pesawat British Airways B-747 terbang dari London menuju Auckland, Selandia Baru. Saat melintas di atas Pelabuhan Ratu pada ketinggian 36.000 kaki, mesin pesawat mendadak mati. Pesawat mulai menukik. Pada ketinggian 13.000 kaki, tiga dari empat mesin menyala kembali.Pesawat akhirnya memutuskan untuk mendarat darurat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Seluruh awak dan penumpang pesawat yang berjumlah 263 orang selamat. Hasil penyelidikan kemudian menemukan bahwa matinya mesin pesawat karena tertutup abu vulkanik.
Peristiwa serupa terjadi pada 1989. Sehari setelah Gunung Redoubt di Alaska meletus, pesawat KLM 867 melakukan perjalanan Amsterdam-Tokyo. Mesin pesawat mengalami masalah, namun berhasil mendarat dengan selamat. Tak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.
Editor : Masirom Masirom
Artikel Terkait