JAKARTA, iNews.id - Desa unik di Buleleng bernama Bengkala menyimpan kisah luar biasa tentang inklusivitas, kesetaraan, dan kearifan lokal di tengah keheningan. Terletak di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, desa ini dikenal sebagai “Desa Kolok”—sebuah tempat yang memaknai keterbatasan bukan sebagai hambatan, melainkan kekuatan bersama.
Desa Unik di Buleleng
Desa Kolok Bengkala: Bahasa Isyarat sebagai Warisan Budaya
Nama "Desa Kolok" berasal dari kata kolok dalam bahasa Bali yang berarti bisu. Namun, istilah ini bukanlah bentuk stigma, melainkan simbol identitas yang diterima dan dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.
Sekitar 2% dari lebih dari 2.000 penduduk Bengkala terlahir dengan kondisi tunarungu dan tunawicara. Menariknya, seluruh masyarakat—baik yang memiliki disabilitas maupun tidak—menggunakan Bahasa Kolok, yaitu sistem bahasa isyarat lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun selama lebih dari tujuh generasi.
Fenomena ini menjadikan Bengkala sebagai contoh desa inklusif yang langka di dunia.
Dalam jurnal Sign Language Studies (Meir et al., 2010), Bengkala dikategorikan sebagai salah satu dari sedikit desa yang memiliki village sign language—bahasa isyarat alami yang muncul dalam komunitas kecil.
Sunyi yang Bermakna: Komunikasi Tanpa Suara
Jika berkunjung ke Bengkala, Anda akan menemukan suasana pasar yang berbeda dari tempat lain. Pedagang dan pembeli berinteraksi tanpa suara, menggunakan gerakan tangan dan ekspresi wajah. Keheningan ini tidak mengurangi kehangatan, justru menciptakan suasana yang damai dan menyentuh.
Tari Janger Kolok: Seni yang Lahir dari Keheningan
Dari keunikan desa ini, lahirlah Tari Janger Kolok—seni tari tradisional yang seluruh penarinya adalah penyandang tunarungu dan tunawicara. Tidak ada iringan musik atau nyanyian, namun tarian ini mampu menyampaikan emosi dan harmoni yang kuat.
Dengan mengikuti getaran, pola gerak, dan panduan visual, para penari menghadirkan pertunjukan yang menggugah.
Tarian ini pertama kali dipentaskan pada tahun 1969 dan sejak itu telah dikenal hingga ke luar negeri.
Banyak seniman, budayawan, hingga akademisi datang untuk meneliti dan mengapresiasi bentuk seni yang lahir dari keterbatasan ini.
Sejarah dan Mitos yang Menyatu
Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, secara turun-temurun, masyarakat Bengkala meyakini bahwa kondisi tunarungu di desa mereka berkaitan dengan pelanggaran adat di masa lalu.
Namun, dari sisi historis, keberadaan desa ini telah tercatat sejak abad ke-12. Prasasti tembaga kuno menyebut nama “Bangkala” dan hubungannya dengan kerajaan Bali kuno pada masa Sri Maharaja Jaya Pangus.
Editor : Komaruddin Bagja
Artikel Terkait