Ketua DPRD Badung Rapat dengan KPK RI, Bahas Pokir melalui Musrenbang

BADUNG, iNews.id - Ketua DPRD Kabupaten Badung I Gusti Anom Gumanti mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI secara daring di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Sekretariat DPRD Kabupaten Badung, Senin (17/3/2025).
Anom Gumanti menyatakan, pihaknya diundang secara khusus oleh KPK RI untuk membahas hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan Tata Kelola Pemerintah khususnya lembaga di DPRD Badung.
"Hari ini kami melaksanakan rapat kerja bersama KPK RI, tadi sudah banyak diberikan petunjuk dalam rangka kita melakukan tugas di dewan ini," ucapnya.
Lebih lanjut, KPK RI menegaskan kembali mengenai hal yang sering masalah hukum, yakni mengenai Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) Dewan. Dalam waktu dekat, KPK RI akan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri untuk menurunkan 'Kamus Cukla dari pelaksanaan Pokir DPRD.
"Jadi, Pokir itu harus melalui penyerapan aspirasi dari Musrenbang Kelurahan atau Desa, yang harus sudah terakomodir disitu. Kedua, Pokir harus melalui Musrenbang Kecamatan. Ketiga, Pokir harus melalui Musrenbang Daerah di Kabupaten," tuturnya
Kemudian, lanjut Anom Gumanti, Pokir akan masuk ke dalam SIPD dan RKPD Pemerintah Daerah.
"Kadang-kadang praktik itu menjadi program siluman, atau program tiba-tiba, karena itu tidak masuk melalui proses dari awal itu. Nah, hal itu yang diingatkan tadi," katanya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Anom Gumanti berusaha mengingatkan kepada seluruh Anggota DPRD Badung agar proses ini bisa diikuti dengan baik. Terlebih lagi, ada masalah krusial di Dewan terkait gratifikasi yang sudah sangat jelas dipaparkan mengenai unsur-unsur gratifikasi beserta syarat-syaratnya.
"Kalau itu masih ada hubungannya dengan tugas dan fungsi (tupoksi) Dewan, yang jelas itu yang disebut dengan gratifikasi. Apalagi bisa berkomunikasi dan bertemu dengan pihak ketiga dan sebagainya, itu sudah yakin masuk kedalam unsur gratifikasi," ujarnya.
Menurutnya, jika hal itu masih bersifat pribadi, atau tidak ada hubungannya dengan tupoksi Dewan, maka tidak masuk dalam unsur gratifikasi.
Mengenai hal-hal lainnya, Anom Gumanti menyebut, terdapat hukum pidana yang dominan berhubungan dengan diluar kapasitas Anggota Dewan.
"Salah satu contohnya punya Pokir Dewan dikawal harus begini. Setelah masuk LPSE harus ini dimenangkan. Nah, intervensi seperti itu yang membawa dampak menjadi asas pidana," ujarnya.
Oleh karena itu, dia berharap agar anggota DPRD Badung tidak melakukan hal seperti itu dengan tetap berproses di eksekutif.
"Siapapun yang menjadi pemenangnya, mari kita melaksanakan tugas kita, yakni kontrol dan pengawasan setelah itu terealisasi," tuturnya.
Seperti diketahui, DPRD Badung telah mengikuti proses sesuai petunjuk dan arahan KPK RI. Akan tetapi, tidak melalui tiga tahapan Musrenbang, melainkan langsung ke tahapan Musrenbang Daerah hingga menuju Pokir Dewan.
"Ini kemudian diinput di sistem SIPD dan RKPD Pemerintah. Apalagi perjalanan terdahulu, Pokir Dewan hanya bisa masuk melalui Musrengbang Daerah dengan tidak mengikuti dua Musrenbang, yang ada di tingkat Kecamatan dan Kelurahan atau Desa," ucapnya.
Tak hanya itu, Anom Gumanti mengingatkan bahwa anggota dewan semestinya mengikuti seluruh nomenklatur yang dipakai dasar Pokir Dewan.
"Saya sudah tanyakan tadi ke KPK RI seharusnya karena aspirasi yang diwakili oleh DPRD Badung ini kan mulai dari bawah, yaitu masyarakat. Misalnya saya di Kecamatan Kuta, ya tentu ada di wilayah Kelurahan Kuta, juga ada di Kedonganan dan lain sebagainya. Itu harus melalui Musrenbang Kelurahan/Desa dulu, setelah itu ke Kecamatan," ujarnya.
Editor: Rizqa Leony Putri