BANGLI, iNews.id – Bali memiliki banyak tradisi unik, termasuk upacara pernikahan. Namun, berbeda dengan di Bali pada umumnya, salah satu daerah di pulau ini memiliki tradisi yang berbeda. Di Desa Pengotan, Bangli, masyarakat yang menikah wajib mengikuti upacara pernikahan massal.
Tradisi yang menjadi warisan turun-temurun ini sudah menjadi aturan adat. Jika dilanggar, maka pernikahan pasangan yang bersangkutan dinyatakan belum sah. Warga pun bisa terkena sanksi adat lantaran perkawinan mereka masih dianggap kotor.
Upacara pernikahan massal di Desa Pengotan, Bangli, digelar dua kali dalam setahun, pada bulan Maret dan September. Bulan ini, tradisi unik ini digelar sejak Kamis pagi hingga sore (22/3/2018). Acara dipusatkan di areal Pura Penataran Agung, Desa Pengotan, Bali. Sejumlah pasangan suami istri yang sudah lansia juga ikut dalam pernikahan massal.
Rangkaian ritual pernikahan massal dimulai dari rumah masing-masing mempelai dan selanjutnya dilakukan di areal pura. Kali ini, ada sebanyak 21 pasangan pengantin yang melaksanakan pernikahan secara massal di pura. Calon pasangan suami istri akan kembali disucikan dengan ritual yang disebut mewidiwidana.
Kemudian, prosesi upacara berlanjut ke dalam pura. Di sini, para pengantin yang mengenakan pakaian khas adat Desa Pengotan ditempatkan terlebih dahulu di sebuah bangunan bale yang oleh warga disebut bale pengantin dan kembali dilaksanakan ritual tertentu.
Upacara pernikahan massal menjadi warisan turun-temurun yang dipegang kuat oleh warga setempat. Sebab, sesuai keyakinan warga, tradisi ini merupakan sebuah keharusan dan kewakkarena telah diatur dalam awig-awig atau aturan adat.
“Upacara kawin massal wajib dilakukan baik dari generasi muda, maupun yang tua. Tradisi sudah dilakukan sejak berdirinya Desa Pakraman dan masih dilestarikan sampai sekarang,” kata Bendesa Adat Desa Pakraman Pengotan, I Wayan Kopok.
Jika belum melalui upacara pernikahan massal, maka pernikahan tersebut belum diakui dan tidak dianggap sah secara adat. Bahkan, kedua mempelai juga dikenakan sanksi adat berupa larangan untuk ke pura atau tempat suci karena hubungan keduanya masih dianggap kotor.
"Tradisi pernikahan massal di Desa Pengotan dilakukan setiap sasih kapat dan kedasa atau sekitar bulan Maret dan September atau dua kali dalam setahun. Harinya dipilih berdasarkan hari baik menurut kalender Bali," katanya.
Editor : Maria Christina
Artikel Terkait