JEMBRANA, iNews.id – Majelis hakim Pengadilan Negeri Negara di Kabupaten Jembrana, Bali, memvonis hukuman delapan tahun penjara kepada terdakwa kasus pencabulan anak di bawah umur serta denda Rp80 juta, Selasa (13/3/2018). Terdakwa diketahui merupakan Kepala SDN 2 Yehembang Kangin.
Atas putusan itu, terdakwa melalui penasehat hukumnya langsung mengajukan banding, karena nilai fakta persidangan tidak sesuai dengan keinginan terdakwa. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih pikir-pikir.
Pantauan iNews di persidangan, kasus pencabulan yang dilakukan terdakwa oknum kepala sekolah (kepsek) Ida Bagus PS, memasuki putusan majelis hakim. Sidang kasus pencabulan itu digelar secara terbuka untuk umum, namun proses persidangan sangat sepi dan hening.
Majelis hakim yakni, Raden Roro Diah Poernomo Jekti sebagai hakim ketua, dengan dua hakim anggota yakni Mochammad Hasanudin Hefni dan Alfan Firdauzi Kurniawan, bergiliran membacakan putusan setebal 80 halaman tersebut.
Dalam putusannya, majelis hakim memvonis terdakwa delapan tahun penjara dan denda Rp80 juta subsider 3 bulan. Putusan ini lebih rendah dua tahun dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa selama 10 tahun.
Terhadap putusan tersebut, terdakwa langsung mengajukan banding, setelah berdiskusi dengan penasehat hukum. Kuasa hukum terdakwa mengaku, pengajuan banding karena fakta persidangan tidak sesuai dengan harapan kliennya, sedangkan pihak JPU, yakni Akhirudin Vami Kemalsa dan Aldi Demas Akhira dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana menyatakan masih pikir-pikir.
“Sesuai persidangan dari awal hingga sekarang kami akan ajukan banding terhadap putusan hakim, karena kami nilai tidak sesuai dengan fakta persidangan,” kata penasehat hukum terdakwa, Ida Bagus Made Adnyana.
Terdapat hal memberatkan dalam putusan tersebut, yakni terdakwa sebagai pendidik, sekaligus sebagai kepala sekolah, yang semestinya memberikan perlindungan terhadap anak didikanya.
Diketahui, kasus pencabulan itu mencuat ke publik pada oktober 2017. Terdakwa Ida Bagus PS, melakukan pencabulan terhadap tiga siswi kelas enam di sekolahnya. Modus yang dia gunakan sebagai kepsek, yakni dengan meminta para korbannya untuk datang lebih awal ke sekolah, dengan alasan piket. Pada saat itu, kepsek melancarkan aksi cabulnya di tiga lokasi, yakni ruang kerjanya, ruang guru, dan ruang kelas.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait