Asap pekat masih keluar dari kawah Gunung Agung hingga hari ini, Rabu (22/11/2017). (Foto: iNews/Ari Wiradarma)

KARANGASEM, iNews.id - Kepanikan warga yang berlebihan menanggapi simpang siurnya pemberitaan letusan gunung agung, mendapat respon dari Kepala Bidang Mitigasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Gede Suantika.

Ditemui di kantornya, Rabu (22/11/2017) siang, Gede Suantika mengatakan, kepanikan warga lereng Gunung Agung, Karangasem, Bali pasca terjadinya letusan freatik yang disertai hujan abu salah satunya disebabkan ketidaktahuan masyarakat menyangkut jenis letusan termasuk bahayanya.

Dia kemudian menyampaikan, ada tiga jenis letusan yang berpotensi terjadi saat sebuah gunung berada di atas level normal. Letusan pertama yakni, seperti yang terjadi pada Selasa sore di Gunung Agung, disebut Letusan Freatik.
 
Letusan jenis ini disebabkan oleh faktor eksternal berupa air hujan yang masuk ke dalam kawah. Letusan ini terjadi saat air bersentuhan dengan bebatuan yang terpanaskan akibat pergerakan magma yang berupaya mendekati permukaan. “Hal ini menyebabkan tekanan tinggi ke atas dan memunculkan asap solfatara disertai hujan abu,” ujar Gede Suantika.

Pada saat bersamaan, akan muncul bau belerang yang disebabkan kandungan gas karbon yang ada didalamnya. Bahkan jika letusan besar, bisa memicu munculnya semburan awan panas. Semburan awan ini tentunya sangat berbaha tidak hanya bagi tumbuhan termasuk bagi manusia yang berada di zona rawan bahaya.
 
“Abu vulkanik dari Gunung Agung menyebar ke arah timur tenggara. Nah itu hanya berdampak pada pepohonan. Kalau lebih tebal sedikit bisa membunuh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Sementara dari segi kesehatan, jika dihirup manusia abu vulkanik bisa menyebabkan berbagai gangguan termasuk batuk-batuk dan infeksi saluran pernapasan. Karenanya, bagi warga di sekitar diminta untuk segera menggunakan masker,” ujarnya.

Gede Suantika menambahkan, letusan freatik juga disebut sebagai letusan pembuka. Munculnya letusan ini, biasanya mengawali dua letusan lain yang kekuatannya jauh lebih besar. Keduanya dikenal dengan nama Letusan Freato Magmatik dan Letusan Magmatik, yang ditandai dengan keluarnya magma.

“Hanya saja, belum diketahui secara pasti sampai kapan letusan freatik terjadi, termasuk rentang waktu terjadinya letusan jenis berikutnya yang lebih besar,” kata Gede Suantika.

Dengan bahayanya letusan tersebut, PVMBG merekomendasikan status Gunung Agung hingga kini masih berada di level tiga atau siaga. Sementara zona rawan bencana masih berada dalam radius enam kilometer. PVMBG juga merekomendasikan agar perluasan sektoral sejauh tujuh setengah kilometer dari puncak gunung agar tetap dikosongkan.


Editor : Himas Puspito Putra

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network