Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Pers Yadi Hendriana. (Foto MPI).

BADUNG, iNews.id - Dewan Pers menyidangkan empat aduan sengketa pers melibatkan empat media massa di Bali. Dari keempat pengaduan, teridentifikasi salah satunya bukan media. 

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers pada Dewan Pers Yadi Hendriyana mengatakan, hal ini diketahui dari pemeriksaan pengadu dan teradu di Kabupaten Badung, Bali.

"Kasus yang menonjol dari pemeriksaan aduan hari ini ada satu yang kami identifikasi bukan media, sehingga tidak bisa dilindungi Undang Undang Pers," ujar Yadi Hendriyana, Kamis (30/5/2024).

Berdasarkan bukti yang dibawa pengadu, pihak teradu terindikasi melakukan pemerasan. Teradu membuat karya jurnalistik yang diketahui menyalahi Undang-Undang Pers.

"Teradu bekerja tidak dalam rangka proses jurnalistik, melainkan pidana," kata Yadi.

Meski tidak menyebut nama medianya, Yadi menjelaskan kasus ini muncul di Kabupaten Jembrana dan teradu memeras seorang pengusaha SPBU. 

Yadi juga menyoroti terkait banyaknya media online bermunculan menggunakan nama menyerupai lambang negara. 

"Semua orang punya hak mendirikan perusahaan. termasuk perusahaan pers. Tetapi di Dewan Pers ada aturannya perusahaan media harus berbadan hukum. Yang kedua, terkait penamaan tidak boleh menyerupai lambang negara seperti TNI, Polri, ada juga KPK dan lain-lain. Itu tidak boleh karena sudah pasti niatnya nggak benar," ucapnya. 

Termasuk penamaan yang mirip media arus utama. Biasanya ada motif di balik hal tersebut. 

"Dewan Pers menerima pengaduan yang seperti itu jumlahnya ratusan. Kalau ada aduan kami tolak karena bukan media. Terbukti mereka tidak melakukan kerja jurnalistik tetapi pemerasan," ujar Yadi. 

Produk jurnalistik yang dihasilkan juga dinilai tidak layak. Biasanya mereka memuat berita tanpa konfirmasi, tidak bekerja jurnalistik secara baik, seperti mengolah, menyimpan, mencari, menyebarkan dan lain-lain. 

Karena dianggap bukan produk pers, Dewan Pers akan mengembalikan kasus yang diadukan kepada pengadu.

"Kami serahkan kepada pengadu, mau dilanjutkan ke ranah mana dan mau seperti apa ya terserah saja," katanya. 

Sementara secara nasional, laporan ke Dewan Pers selama tahun 2023 saja mencapai 831 aduan. Kemudian untuk Bali ada 10 aduan yang seluruhnya telah diselesaikan. 

Masalah yang diadukan sebagian besar terkait hal yang sangat mendasar, yakni pelanggaran kode etik. Jika ada narasumber yang merasa dirugikan dengan suatu berita, alangkah baiknya langsung mendatangi media terkait dan menggunakan hak jawab sebagai bentuk verifikasi. 

Selain tidak membebani Dewan Pers, penyelesaian kasus cepat dilakukan dan tidak berlarut-larut.

"Kalau harus menunggu Dewan Pers juga tidak apa-apa, tetapi proses yang dijalankan cukup lama waktunya, karena analis yang dimiliki terbatas dengan jumlah laporan cukup banyak," ucapnya.

Yadi memprediksi, di tahun pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 akan banyak laporan ke Dewan Pers sebagai dampak banyaknya kepentingan yang muncul dari pemberitaan terkait keberimbangan.


Editor : Donald Karouw

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network