BADUNG, iNews.id – Sejak pertengahan 2017 hingga saat ini, sudah delapan kali Tim Gabungan Cyber Crime dan Satgas Counter Transnational and Organized Crime (CTOC) Polda Bali mengungkap kasus cyber fraud atau tindak pidana kejahatan internet. Para tersangka didominasi warga negara asing (WNA) China, yang beraksi dengan menipu dan memeras para korbannya.
Teranyar, kasus itu diungkap polisi di tiga lokasi berbeda di wilayah Bali. Penangkapan pertama terjadi di Jalan Abian Base, Kabupaten Badung, kemudian di Jalan Bedahulu, serta di Jalan Gatot Subroto, Kota Denpasar, Selasa (1/5/2018). Sebanyak 114 terduga pelaku diamankan, terdiri atas 11 WNI (5 Perempuan dan 6 laki-laki) dan 103 WNA China (11 perempuan dan 92 laki-laki).
Modus para tersangka dalam melancarkan aksinya dengan menggunakan saluran internet. Mereka mengaku sebagai petugas hukum yang ada di China. Berbekal peralatan yang mereka miliki, para tersangka dapat mengubah nomor yang digunakan seolah-olah dari instansi Kepolisian, Kehakiman, dan Pengadilan di China. Korban dibujuk rayu dan diintimidasi, hingga akhirnya mengirimkan sejumlah uang yang diminta kepada para tersangka.
“Kecanggihan mereka ini bisa mengubah nomor telepon yang digunakan menjadi nomor telepon kantor-kantor ataupun petugas-petugas keamanan di negaranya. Sehingga ketika korban melakukan kroscek, itu seperti telepon dari instansi lembaga keamanan atau lembaga-lembaga resmi di China,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Bali, Kombes Pol Anom Wibowo, Selasa (1/5/2018).
Dia menjelaskan, para tersangka mendapat daftar nomor korban berdasarkan data dari pasar gelap. Bahkan, para tersangka mengetahui aset-aset yang dimiliki korbannya.
“Jadi, mereka coba telepon satu per satu nomor yang mereka peroleh dari pasar gelap itu,” ujar Anom.
Sebagian besar korban penipuan merupakan warga China yang sedang tersangkut masalah hukum. Tersangka mengaku sebagai penegak hukum dan mulai mengintimidasi. Setelah para korban ketakutan, mereka meminta dikirimkan sejumlah uang. Tujuan mengirimkan uang tersebut untuk menghentikan kasus hukum yang seolah-olah sedang mereka selidiki.
Selain itu, modus lain yang digunakan tersangka dengan mengaku sebagai keluarga calon korban, atau memberitahukan anggota keluarga calon korban mengalami kecelakaan. Korban yang merasa terancam atau merasa ada keluarga yang akan menderita akhirnya mentransfer uang.
Dari hasil penyelidikan, para pelaku cyber fraud itu telah beroperasi di Bali sejak November, Maret, dan April. “Padahal pada Januari lalu, kami sudah ungkap 64 pelaku cyber fraud, sekarang lebih besar, 103 WNA ditambah 11 WNI,” katanya.
Para tersangka saat ini telah dibawa ke Polda Bali untuk pemeriksaan lebih lanjut. Polisi juga mengamankan ponsel 104 unit, laptop 5 unit, paspor 82 buah, router 18 unit, printer 2 unit dan hub 27 unit.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait